Industri
pakan ternak merupakan bagian dari suatu mata rantai pada sektor peternakan.
Keberhasilan sektor peternakan salah satunya ditentukan oleh ketersediaan pakan
ternak. Pakan ternak yang tersedia bukan hanya dari segi kuantitas saja tetapi
juga dari segi kualitas. Produsen pakan ternak wajib menghasilkan dan
mempertahankan kualitas ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Produsen
harus menjamin bahwa ransum yang dihasilkan tidak membahayakan kesehatan ternak
dan manusia sebagai konsumen produk peternakan.
Produsen
harus menjamin bahwa semua bahan baku telah memenuhi standar kualitas, tidak
terdapat benda asing pada bahan baku dan ransum, butiran dan bahan lain
mempunyai ukuran dan bentuk yang sesuai, ransum diproduksi sesuai dengan
formulasi, pellet dan crumble mempunyai ukuran yang sempurna dan ketahanan yang
sesuai dengan standar, tidak terjadi kontaminasi silang antara ransum dengan
bahan lain, tidak ada kehilangan vitamin atau bahan baku mikro lainnya, tidak
terdapat bahan atau mikroorganisme berbahaya, segregasi yang minimum,
pembungkus bersih, rapi dan kualitas ransum sesuai dengan permintaan konsumen.
Langkah
awal program penjaminan kualitas (Quality Assurancel) ialah melalui pengawasan
mutu (Quality Control). Pengawasan mutu dilakukan pada setiap aktivitas dalam
menghasilkan produk dimulai dari bahan baku, proses produksi hingga produk
akhir. Bahan baku yang digunakan sebagai input dalam industri pakan ternak
diperoleh dari berbagai sumber, mempunyai kualitas yang sangat bervariasi.
Bervariasinya kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami (natural
variation), pengolahan (processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan
kualitas (damaging and deterioration) (Khajarern, dkk. 1987).
Variasi
alami dan pengolahan bahan baku dapat menyebabkan kandungan zat pakan yang
berbeda. Bahan baku sering terkontaminasi atau sengaja dicampur dengan
benda-benda asing dapat menurunkan kualitas sehingga perlu dilakukan pengujian
secara fisik untuk menentukan kemurnian bahan. Penurunan kualitas bahan baku
dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat.
Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air yang tinggi,
ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan
secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan
kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang
berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari
bahan baku penyusunnya (Fairfield, 2003).
Proses
produksi pakan ternak merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi penggilingan,
pencampuran, pelleting dan pengepakan. Bahan baku yang dibeli biasanya terdapat
dalam bentuk dan ukuran yang berbeda, untuk menghasilkan ukuran yang seragam
diperlukan penggilingan untuk menurunkan ukuran partikel. Homogenitas ukuran
dan bentuk bahan baku mempengaruhi hasil pencampuran dan proses pelleting.
Pengawasan mutu selama proses produksi mutlak dilakukan karena penggilingan dan
pencampuran yang tidak sempurna tidak akan menghasilkan ransum seperti yang
diharapkan.
Tindakan
sangat penting dalam pengawasan mutu bahan baku dan proses produksi adalah
pengambilan sampel (sampling). Laboratorium yang dilengkapi dengan peralatan
yang canggih dan didukung dengan tenaga ahli yang berpengalaman tidak akan
mampu memberikan data yang akurat tanpa didukung ketersediaan sampel yang
tepat. Teknik, jumlah dan peralatan yang tepat diperlukan untuk memperoleh
sampel yang representatif.
PREPARASI SAMPEL
Langkah awal untuk menjamin kualitas
ransum adalah pengambilan sampel dan pengujian bahan baku sebelum dilakukan
pembongkaran. Pengawasan mutu dan prosedur analisis tidak akan terlepas dari
kegiatan pengambilan sampel. Proses pengambilan sampel menekankan pola
sampling, jumlah sampel yang diambil, ukuran sampel dan penyimpanan sampel yang
benar (Plumstead dan Brake, 2003).
Pola
sampling pada industri pakan ternak secara umum terdiri dari simple random
sampling, stratified random sampling dan systematic sampling (Herrman, 2001a).
Industri pakan ternak biasanya menggunakan kombinasi ketiga pola tersebut baik
untuk bahan baku curah (bulk ingredients), bahan baku kemasan (bagged
ingredients) maupun bahan baku cair (liquid ingredients).
Jumlah
sampel yang diambil sama pentingya dengan pola pengambilan sampel. Sampel yang
representatif diperoleh melalui 3 tahap yaitu pengambilan sampel primer
(primary sample), sampel sekunder (secondary sample) dan sampel uji (inspection
sample). Sampel primer diambil dari beberapa titik dari sekumpalan bahan baku.
Jumlah sampel primer yang banyak harus dikurangi menjadi sampel sekunder
kemudian dijadikan sebagai sampel uji yang akan dibawa ke laboratorium.
Pengambilan jumlah sampel harus memperhitungkan akurasi, tingkat kepercayaan
dan perhitungan ekonomis.
Peralatan Sampling
Sampling
secara manual membutuhkan perlengkapan untuk mengambil sampel seperti grain
probe, bag trier, bom sampler dan alat pemisah sampel seperti Riffler dan
Boerner Divider. Grain probe (Gambar 1) digunakan untuk mengumpulkan sampel
berupa biji-bijian, bungkil kedelai dan ransum akhir. Probe harus cukup panjang
sehingga mampu masuk sekitar ¾ ke dalam bahan baku. Probe tersedia dengan
panjang standar 5, 6, 8,10 dan 12 kaki (GIPSA, 2001).
Bag trier terdapat dalam 3 bentuk yaitu tapered bag trier,
double-tube bag trier dan single tube open-end bag trier. Tapered bag trier
(Gambar 2) terbuat dari stainless steel dengan bentuk ujung meruncing,
digunakan untuk mengambil sampel tepung dan komoditi butiran dalam karung
tertutup. Double tube bag trier terbuat dari stainless steel digunakan untuk
digunakan untuk mengambil sampel bentuk tepung baik pada karung terbuka maupun
tertutup. Single tube open-end bag trier terbuat dari stainless steel digunakan
untuk komoditi bentuk tepung pada karung terbuka.
Bomb sampler (Gambar 3) digunakan untuk mengumpulkan bahan baku cairan. Alat ini mempunyai panjang 12-16 inci dengan diameter 1¾ - 3 inci. Katup terangkat jika mencapai dasar tangki atau diangkat secara manual.
Sampel
yang diambil dari setiap titik pengambilan dilakukan pencampuran secara merata
sebelum dilakukan pengurangan. Pengurangan jumlah sampel dapat dilakukan dengan
menggunakan Diverter-type (Gambar 4), Boerner Divider (Gambar 5), riffler
(Gambar 6) atau dengan menggunakan metode Quartering (Gambar 7). Diverter-type
digunakan untuk sampel bahan baku dengan ukuran partikel yang besar seperti
butir-butiran utuh. Sampel yang diambil dengan probe (sampel primer) dimasukkan
ke dalam primary sampler dan mengalir melalui tabung menjadi sampel sekunder
yang akhirnya menjadi sampel uji.
Pengambilan
Sampel
Alat dan teknik yang
berbeda digunakan dalam mengambil sampel untuk komoditi yang berbeda. Industri
pakan ternak biasanya menggunakan kombinasi pola pengambilan sampel secara
acak, bertingkat atau sistematik.
Bahan Baku Curah.
Bahan baku curah berupa butiran dan bungkil kedelai yang diangkut dengan truk
atau kereta, sampel diambil menggunakan grain probe. Sampel diambil dari
beberapa tempat dengan jumlah sekitar 2 kg setiap sampel (Herrman, 2001a).
Jumlah titik pengambilan tergantung dari jenis alat angkut dan ukuran
kontainer. Pola pengambilan sampel bahan baku butiran yang diangkut dengan truk
atau trailer dasar datar diilustrasikan pada Gambar 8. Jika sampling tak
mungkin dilakukan dengan alat penguji, maka sampling bahan harus dilakukan saat
pembongkaran seluruh muatan.
Bahan Baku Kemasan. Prosedur
pengambilan sampel lain yang harus diketahui, yakni prosedur pengambilan sampel
untuk kelompok bahan dalam karung. Sampel yang representatif bisa diperoleh
dengan alat penguji berujung runcing. Prosedur pengambilan sampel bahan baku
dalam karung dilakukan dengan menusukkan probe secara diagonal dari bagian atas
ke bagian bawah karung (Gambar 9). Sampel diambil dari seluruh karung jika
jumlah karung 1 – 10 karung, dan sampel diambil dari 10 karung secara acak jika
jumlah karung lebih dari 11 karung (Herrman, 2001a), namun ada beberapa teori
berbeda dalam industri untuk menentukan jumlah karung sampel per kelompok.
Cara sederhana pengambilan sampel
yakni sampel diambil pada 10 % dari jumlah karung dalam suatu kelompok. Teori
lain dengan memakai akar pangkat dua (Defra, 2002) dari jumlah karung dalam
kelompok. Tabel 1 membandingkan dua metode tadi untuk ukuran kelompok yang
berbeda. Kelompok bahan pakan 100 karung atau kurang sebaiknya digunakan aturan
akar kuadrat sedangkan untuk kelompok lebih dari 100 karung digunakan aturan 10
%. Hal ini untuk menjamin jumlah sampel maksimum yang bisa diambil, hingga
diperoleh sampel yang lebih refresentatif.
Tabel 1. Teori Sampling pada Karung
Karung
per Kelompok 10% Akar Kuadrat
|
|
20
40
80
100
400
|
2 4,5
4 6,3
8 8,9
10 10
40 20
|
Sumber:
Anonimus (1994), Defra (2002)
Bahan Baku Cair. Pengambilan sampel
bahan baku bantuk cair seperti lemak cair atau molase dapat dilakukan dengan
menggunakan tabung gelas atau stainless steel berdiamater 3/8 sampai 1/2 inci.
Sampel paling sedikit diambil sebanyak 10 persen dari kontainer dan dikumpulkan
minimal 0.586 liter (Herrman, 2001a). Bahan baku cair sebelum dilakukan
pengambilan sampel harus dilakukan pengadukan agar diperoleh penyebaran bahan
yang homogen. Sampel diambil dari bagian atas, bagian tengah dan bagian bawah
kontainer.
Penulis
Priya Anugera S, S.Pt
NIP. 19820221 201101 1 009
Pengawas Mutu Pakan Ternak Ahli
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar
Tidak ada komentar:
Write comments