TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGELOLAAN PAKAN BIJIAN

Pengelolaan pakan merupakan upaya aplikasi teknologi dan strategi sejak penerimaan bahan pakan hingga ke penyimpanan dan distribusinya. Strategi diupayakan agar dapat mengantisipasi sifat fisik dan sifat kimia bahan/pakan serta mempertahankan kualitasnya agar tetap sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (pengolahan, penyebaran dan penggunaan).
Prinsip pengelolaan adalah 
  menjaga kebersihan dan kemurnian bahan, 
  menekan kerusakan akibat proses eksternal (hama & lingkungan)dan internal (kimia), 
  menekan pertumbuhan dan kontaminasi organisme, serta 
  pengaturan ketepatan waktu proses penyimpanan dan siklus produksi. 

1. Penerimaan (pengadaan bahan pakan)
Bagian penerimaan dimulai dari area lalu lintas kendaraan/mobil atau truk ditempatkan; terletak di luar area pembongkaran. Tahap ini meliputi menerima, mengeringkan, membersihkan, menyimpan, dan mengelola bahan pakan / material sampai dengan tahap berikutnya. Pengelolaan pada tahap ini ditujukan untuk semua bahan baku / material yang termasuk jugapenerimaan/pengadaan kantong kosong dan persediaan lain. Proses diakhiri diakhiri sampai pada saat material ditempatkan; ditempatkan sementara dimanapun baik di (dalam) bak/peti [gudang/penyimpanan] atau di (dalam) gudang penerima, termasuk juga pekerjaan mengelola dan atau mengkondisikan semua material sesuai keperluan.
Di dalam penanganan bahan pakan, terkait langkah-langkah pengangkutan & distribusi serta pengepakan, dan penyimpanan. Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan manajemen pakan adalah: 
(a) Densitas dan kadar air 
            (b) Kapabilitas operator dan fasilitas pendukung 
            (c) Pilihan metode/cara
            (d) Diskripsi layanan
Dalam pengelolaan pakan, kategori bahan menjadi pertimbangan utama dalam penetapan teknologi dan strategi pengelolaannya. Untuk kemudian dilanjutkan sebagai dasar dalam perencanaan dan penjadwalan. Perencanaan dan penjadwalan hendaknya mempertimbangkan aspek berikut: 
  • Banyaknya macam bahan yang akan digunakan, 
  • Tipe dan karakteristik bahan, 
  • Sirkulasi (penerimaan-penggunaan), 
  • Sistem transportasi dan jumlah setiap pengiriman, 
  • Proses tambahan/pendahuluan, 
  • Antisipasi terhadap pemanfaatan bahan, dan 
  • Efisiensi dan pembiayaan 

Penanganan bahan/pakan secara ideal dapat dilakukan dengan mengikuti model manajemen dasar, yaitu: mulai dari mengapa, kemudian apa, dimana dan kapan, selanjutnya bagaimana dan siapa (Ilustrasi 1). Mengapa penting atau tidak penting untuk melakukan sesuatu, misalnya pengadaan bahan pakan, perawatan mesin, formulasi ransum dll, merupakan langkah awal proses pengelolaan bahan pakan. Jika memang hal tersebut dipandang penting, kemudian apa yang akan dilakukan merupakan langkah berikut yang harus diatur strateginya, apakah melakukan survey untuk pengadaan material, atau langsung memesan / membeli. Tahap ini harus mempertimbangkan tentang aspek karakteristik bahan, jumlah dan tipe dari material. Material menyangkut faktor tipe material seperti padat, cair, gas; karakteristik seperti bentuk, demensi, suhu, dll; serta jumlah minimum/maksimum, bulanan/tahunan, dll.
 Gerak/pergerakan material adalah aspek kapan dan dimana. Dalam hal ini faktor yang harus diperhatikan adalah: 
  sumber, menyangkut scope (daerah, tempat, dll) dan route (datar, melingkar, dll); 
  logistik, seperti di dalam/luar pabrik, load/unload level, load/unload method, 
  karakteristik pergerakan, seperti jarak, frekuensi, kecepatan, urutan; serta 
  tipe pergerakan, seperti transporting, conveying, elevating, transfering
Pemahaman atas material dan pergerakan serta pertimbangan atas bagaimana dan siapa merupakan dasar penetapan metode penanganan. Dalam hal ini  faktor yang harus diperhitungkan adalah: 
  unit penanganan yang meliputi jumlah, berat, kontainer, load support, dll; 
  peralatan yang meliputi kapasitas, karakteristik, tipe, fungsi, biaya; 
  man power yang meliputi cost/time, number/time serta time/movement
Model pengananan juga harus mempertimbangkan kendala fisik seperti area, ketinggian, ukuran pintu, kapasitas/kemampuan lantai, elevator, pergudangan, dll.

2. Pengolahan Material
Proses pengolahan material dimulai dengan pengelolaan material yang disimpan di (dalam) bak / peti [gudang /penyimpanan]. Termasuk di dalamnya pengurangan ukuran material, pengepresan kering (crimping) dan pembuatan kepingan-kepingan kecil kering (flaking). Pengelolaan juga meliputi semua tahapan bergeraknya material ke dan dari peralatan prosesing yang berakhir sebagai bahan setengah jadi yang ditempatkan / disimpan di dalam bak/peti (bin) siap untuk dikemas atau juga didistribusikan langsung kepada konsumen.  

3. Pencampuran
Bagian ini dimulai dengan pengelolaan material yang akan digunakan pada berbagai proporsi ransum dan pencampurannya di dalam bak/peti atau di dalam gudang. Proses pergerakan semua material yang digunakan di dalam pencampuran juga termasuk aspek yang dikelola. Semua proses penimbangan juga termasuk di dalam tahap ini seperti halnya fungsi pencampuran yang mencakup penambahan cairan. Tahap ini diakhiri ketika pakan yang dicampur ditempatkan dalam partai besar ke dalam bak/peti yang besar (bins), bak/peti pengemas (sacking bins), atau bak/peti penyimpan (holding bins) untuk melanjutkan proses berikutnya..

4. Pembuatan Pellet
Tahap ini meliputi pembuatan pellet (pelleting), pengepresan (extrusion), dan pencetakan (blocking). Produksi dimulai dengan mencampur pakan dari dalam bak/peti penyimpanan yang terletak di atas mesin pembuatan pellet (pellet mills), mesin pengepres/penekan (extruders), atau mesin pencetak (blockers) dan semua aktivitas yang berhubungan dengan operasional sistem tersebut serta pergerakan pakan ke tempat pencurahan bahan jadi (bulk load out) atau bak/peti pengemas (sacking bins).
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan (Parker, 1988).  Patrick dan Schaible (1979) menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan  dan mencegah oksidasi vitamin.  Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.
Ada dua cara yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk pelet, yaitu secara manual dan atau dengan menggunakan mesin (feedmill). Pembuatan pakan secara manual dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Alat yang dipergunakan adalah sekop (paddle) atau drum yang dirancang dengan mengunakan prinsip kerja mixer. 
Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat pakan ini terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammermill), mesin penimbang (weigher), mesin pemusing (cyclone), mesin pengangkat/pemindah bahan (auger, elevator), mesin penghembus (blower), mesin pencampur (mixer), dan mesin pembuat pelet. Untuk pembuatan pelet menggunakan alat blower, boiler, mash bin, cooler, die, screw conveyor, mixer, vibrator dan transporter.

4.1. Proses Pengolahan Pelet 
Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir. 
Pengolahan Pendahuluan
Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam--berbentuk tepung (mash). Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus yang bisa digerakkan motor listrik atau motor bakar yang bahan bakarnya bisa berupa bensin atau solar. Alat ini dikenal dengan nama disk mill dan hammer mill. 
 Bahan baku berupa jagung kuning, dedak, bungkil kedelai dan bungkil kelapa digiling halus. Sementara itu, tepung ikan tidak perlu digiling lagi karena bahan baku ini sudah dalam bentuk tepung. Lain halnya jika menggunakan ikan lokal yang sudah dikeringkan, tetapi belum digiling menjadi tepung. Dengan membuat bahan baku menjadi partikel yang lebih kecil, laju oksidasi kemungkinan bisa berlangsung lebih cepat. Untuk itu diperlukan cara untuk menekan laju oksidasi, yakni dengan menambahkan antioksidan ke dalam bahan tepung tersebut, baik saat penggilingan maupun setelah menjadi tepung.
Seluruh bahan yang telah digiling, ditimbang dengan menggunakan timbangan duduk. Pastikan berat setiap bahan sesuai dengan keperluannya. Selanjutnya, bahan – bahan tersebut dicampurkan. Pencampuran bisa menggunakan berbagai macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe horisontal, drum mixer dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton atau beton molen. Pencampuran bahan – bahan baku pakan bisa juga digunakan secara manual dengan menggunakan cangkul atau sekop dan beralaskan papan.
Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu dilakukan pre-mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur pada tahap awal meliputi vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino kristal, pemacu pertumbuhan, koksidiostat dan antioksidan. Penimbangan bahan – bahan ini harus dilakukan dengan timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi.
Setidaknya diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan pakan dengan menggunakan mesin pencampur jenis beton molen supaya diperoleh campuran yang merata. Apabila digunakan mixer horisontal, diperlukan waktu pencampuran lebih singkat.
Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku cairan, yaitu minyak kelapa dengan menggunakan sprayer atau penyemprot sambil terus dilakukan pengadukan. Jika dalam formula pakan diperlukan bahan baku cair, sebaiknya alat yang digunakan berupa beton molen. Beton molen ini umumnya mempunyai dua kapasitas volume. Ini berbeda halnya dengan mixer jenis lain yang mempunyai kapasitas beragam, hingga 1.000 kg campuran pakan setiap kali pengadukan.

4.2. Pembuatan Pelet
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.  Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan (Tjokroadikoesoemo, 1986).  Menurut Parker (1988), proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling).
Proses Pencetakan
Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus (Parker, 1988).  Proses kondisioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan.  Disamping itu juga bertujuan untuk membuat :
Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit.
Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat.
Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya.
Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak.
Kondisioning dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran pakan. Apabila penguapan dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan di atas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 80°C. Pengukusan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Dalam proses pembuatan pakan ayam ras pedaging, penguapan tidak mutlak diperlukan.
Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik.  Proses kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18% (Parker, 1988).  Winarno (1986) menjelaskan lebih lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan kekentalan larutan gel hasil gelatinisasi.
Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek, denaturasi protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”  (Haris dan Kramas, 1986).  Reaksi ‘Maillard’ yaitu polimerisasi gula pereduksi dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, proses ini terjadi akibat adanya pemanasan (Muller, 1988). Warna coklat pada bahan ini menurut Muller (1988) menurunkan mutu penampakan warna pelet.  Nikersond dan Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan dapat menyebabkan dehidrasi pada gula.  Gula yang terdehidrasi membentuk polimer sesama gula yang diikuti oleh gugus amina membentuk senyawa coklat. 
Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “peleting” (Parker, 1988).  Pencetakan merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Dinyatakan dalam Dharmala Group (1986) bahwa temperatur bahan sebelum masuk ke dalam mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%.
 Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong bahan campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang – lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pelet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Di samping itu, pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.
Berbeda dengan mesin sederhana, system kerja mesin yang biasa digunakan di industri pakan adalah dengan cara menekan atau menggiling bahan baku pakan dengan menggunakan roda baja (roller) pada cetakan (die). Pelet yang keluar dari cetakan tersebut kepadatannya sangat baik. 
Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984). Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.

4.3. Perlakuan Akhir
Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Dinyatakan dalam Pasifik (1981) bahwa diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5 cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci), untuk ayam pedaging periode starter dan finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pelet untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci) dan 0,97 cm (0,38 inci) untuk pakan yang mengandung urea.
 
5. Pengemasan
Produksi dimulai dari pakan jadi yang ditempatkan di dalam bak/peti pengemas yang biasanya diletakkan di atas mesin pengemas. Penimbangan (weighing), penjahitan (sewing), penumpukan di atas pallet (palletizing) dan pergerakan kemasan pakan ke tempat penyimpanan termasuk di dalam tahap ini. 
Setiap bahan memiliki karakteristik yang didasarkan atas sifat fisik, kimia dan biologis. Dari sifat-sifat tersebut, mekanisme kerusakan bahan dapat diketahui, seperti: serangan makroorganisme (kutu, dll), kontaminasi mikroorganisme (bakteri, yeast, dll), reaksi kimia (misalnya, enzim), perubahan fisik (pengerutan, dll). Pengemasan dan penyimpanan diperlukan untuk memenuhi berbagai tujuan, antara lain: untuk menghambat /mencegah penurunan kualitas/nilai gizi, memberikan proteksi/melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, memberikan aspek estetika selama proses perlakuan (handling) dan distribusi. Berbagai cara penanganan yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan tersebut, akan menentukan teknik dan macam bahan pengemas. Hal ini dimaksudkan agar supaya fungsi dan tujuan dari pengemasan dapat tercapai.
Syarat bahan pengemas:
a) Transparans dan ada penampakan permukaan, 
b) Pengendalian terhadap transfer atau penetrasi air, 
c) Pengendalian terhadap transfer gas, 
d) Daya tahan terhadap variasi suhu yang luas, 
e) Tidak mengandung senyawa beracun, 
f) Proteksi terhadap kerusakan fisik (keremukan, dll), dan
g) Harga rendah

Macam bahan pengemas : 
Kertas (zak, karton), bahan selulosa (karung, dll), logam (aluminium, stainless steel, pelat timah, dll), gelas, keramik, karet, plastik, dll. Masing-masing bahan pengemas memiliki kelebihan dan kekurangan, berkaitan dengan fleksibiltas, reaksi dengan bahan yang dikemas, ketahanan terhadap lingkungan, dll. Derivat bahan plastik , seperti polyethylene, polypropilene, polyvinylchloride, polystirene, polyamide, polycarbonate, dll merupakan bahan pengemas populer saat ini karena hampir dapat memenuhi segala persyaratan untuk bahan pengemas.
Pengemasan dalam industri pakan merupakan proses lanjutan dari pengolahan bahan. Pengemasan produk dimaksudkan untuk meningkatkan fleksibilitas penanganan produk baik dalam distribusi, penyimpanan maupun penggunaan. Tahapan penting yang perlu diperhatikan dalam pengemasan adalah pengisian, penimbangan, penutupan kemasan, kemudian pengecekan kemasan, pelabelan, untuk dilanjutkan ke penyimpanan dan distribusi.
Beberapa hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam strategi penentuan konstruksi kemasan:
  Konstruksi bahan pengemas hendaknya memberikan kemudahan selama proses pengemasan. Kemasan dari bahan kayu, kertas, derivat plastik dan atau kombinasinya merupakan bahan yang popular untuk pengemas produk pakan ternak. Pemakaian bahan tsb disesuaikan dengan bentuk dan macam produk yang akan dikemas. Berbagai bentuk kantung yang ada memiliki spesifikasi kegunaan dan kemudahan  misal: valve bags untuk powder/tepung halus, SOM mudah dalam pengisian dan penutupan, DFB (double fould bag) -mudah pengisian, rapat, kuat.
  Konstruksi pengemas harus mendukung dan menjamin kelancaran proses pengisian kemasan, yang diukur dari akurasi volume dan atau berat, sedikitnya material yang tercecer, banyaknya kantung/menit. Akurasi isi dilakukan dengan pengukuran volume (m3/bag) atau penimbangan (kg/bag) yang diukur secara gross weight atau nett weight. 
  Konstruksi juga harus memberikan kemudahan dalam proses penutupan kantong/kemasan baik berupa jahitan dan atau pengeleman, serta menjamin kerapatan kemasan. Kegalan proses penutupan (jahitan tidak sempurna/tidak tepat) biasanya menjadi penyebab bocor/pecahnya kemasan.
  Konstruksi hendaknya bisa mempermudah pengecekan untuk  menjamin ketepatan isi dan kemasan.
  Konstruksi kemasan hendaknya mempermudah pelabelan. Label kemasan harus menunjukkan merk dagang, isi, informasi & petunjuk bagi pengguna, serta jaminan mutu.
Pada proses pengemasan, tugas dan fungsi operator sangat bervariasi tergantung pada sistem dan peralatan yang digunakan. Secara umum tugas dan fungsi operator adalah mengoperasikan berbagai katub pengisi dan sistem conveyor; meng-adjust fungsi alat, memilih dan menyediakan kemasan; men-setting kode untuk kemasan; mencatat berbagai informasi dalam pengemasan; inspeksi visual dari kontaminan; identifikasi kemasan dengan label, tags, dll; mengecek dan meng-adjust alau ukur dan kemasan; mengambil sample untuk kontrol kualitas; menjaga kebersihan peralatan dan lokasi pengemasan.
Penjadwalan operasi perlu dilakukan untuk menjamin: ketepatan jumlah dan waktu; dasar informasi untuk operator, sebagai catatan apa, kapan oleh siapa produk tsb dikemas; serta sebagai informasi aktual akan jumlah produk yang terkemas. Quality control dalam proses pengemasan adalah tugas operator. Fungsi quality control pada pengemasan adalah: 
  produk dikemas dari tanki/silo yang benar; 
  kantong dan label/tag yang digunakan benar; 
  produk bebas dari kontaminasi; 
  pengambilan sample untuk QC sesuai dengan syarat dan prosedur yang berlaku; 
  berat kemasan ada dalam batas toleransi; 
  jahitan atau lem benar-benar menutup kemasan; 
  kemasan dalam dan luar bersih; 
  kode pada kemasan benar dan terlihat jelas pada setiap kemasan;
  seleksi/pemeriksaan ulang dilakukan secara cermat; serta 
  laporan kegiatan operator ditulis secara cermat.
Berbeda dengan sistem pengangkutan dan distribusi, produk tak terkemas biasanya diakhiri dengan penyimpanan  dalam tanki-tanki penyimpan  atau bin, sedangkan untuk produk terkemas penyimpanan dilakukan di gudang. Pada produk kemasan, proses pengemasan biasanya dilakukan secara berurutan dalam sistem aliran bahan pada sistem ban berjalan. Produk akhir yang telah terkemas, ditata pada palet untuk dipindah tempatkan. Penggunaan palet/alas akan memudahkan proses distribusi (bongkar-muat), penghitungan (jumlah/palet), menghindari kerusakan fisik kemasan (robek, benturan, dll), mempermudah penumpukan dalam gudang, mempermudah proses pengawasan, meningkatkan efisiensi sistem pergudangan dan mengurangi tenaga kerja.

6. Pergudangan dan Pemuatan
Tahap ini melibatkan pergerakan semua produk jadi dari gudang atau tangki/tank curah dan pemuatan ke dalam truk untuk pengiriman. Gudang merupakan tempat terakhir sebelum produk dimanfaatkan. Bentuk fisik, peralatan serta sistem bongkar muat & penyimpanan  merupakan aspek penting dalam pergudangan. Managemen penyimpanan merupakan aspek terkait dengan gudang, fasilitas dan sumber daya manusia yang akan menentukan keberhasilan mempertahankan kualitas produk yang disimpan sesuai dengan tujuan dan fungsi penyimpanan. Bentuk fisik gudang yang meliputi konstruksi dinding, lantai, dan atap sangat berpengaruh dalam pengelolaan produk pada saat penyimpanan. Konstruksi gudang secara umum harus dapat melindungi produk dari kerusakan akibat proses eksternal (lingkungan dan makro/mikrobiologis), memberikan kemudahan dalam proses bongkar-muat, serta menjamin kelancaran proses lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
  Dinding gudang hendaknya rapat, kuat, cukup ventilasi dan mudah pemeliharaannya,
  Atap gudang hendaknya dapat melindungi material dari panas dan hujan, bentuk atap hendaknya menjamin kelancaran sirkulasi udara,
  Lantai gudang hendaknya rapat, padat dan kuat sehingga dapat mempermudah sistem pengaliran/pengaturan material; mempermudah pergerakan alat/peralatan dalam gudang; mencegah berkembangnya makroorganisme(tikus, dll), mudah dibersihkan,
  Layout dari gudang hendaknya dibuat dengan mempertimbangkan sistem transportasi dan pergerakan dalam gudang,
  Lebar dan letak pintu hendaknya disesuaikan dengan sistem transportasi utama yang dipergunakan (railway, truck). Penempatan dan design yang tepat akan menjamin utilitas alat dan ruang secara efektif dan efisien.
  Fasilitas dalam gudang yang meliputi alat dan peralatan hendaknya menjamin kelancaran pergerakan, pengamanan, penyimpanan material. Rak, Pallet, lift-truk merupakan alat pokok dalam gudang.
  Sistem penyimpanan apakah all in all out, first in first out, sistem pencatatan dan pengawasan hendaknya terdiskripsi dengan baik untuk menjamin kemanfaatan aktifitas penyimpanan.
Managemen penyimpanan: adalah upaya untuk merencanakan, mengatur dan mengevaluasi komponen yang ada (gudang, fasilitas dan sistem) yang disesuaikan dengan kemampuan sumber daya manusia yang tersedia, sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
Pengelolaan personel (karyawan/tamu)
1. Seluruh karyawan feedmill harus terlatih.
2. Selain karyawan tidak diijinkan memasuki areal feedmill.
3. Tamu / pengunjung harus disediakan pakaian penutup, sepatu boot, topi pengaman  
    yang disanitasi.
4. Petugas yang bekerja di areal penerimaan bahan baku tidak diperbolehkan    
    memasuki areal barang jadi dan sebaliknya untuk mencegah pencemaran silang.

Referensi :
Pfost, H.B. 1964. Feed Production Handbook. Feed Production School Inc. Kansas city
McEllhiary,R.R. 1994 Feed Manufacturing Technology IV. Am.Feed Industry Assoc. Inc. Arlington
Harding,H.A.1978. Manajemen Produksi (Seri Manajenen No.35). Penerbit Balai Aksasra. Jakarta. 
Romindo Primavetcom. RPAN Seminar (A New Concept in Poultry Feed Technology). Romindo Primavetcom Co. Jakarta. Unpublished.
Pujaningsih,R.I. 2006. Pengelolaan Pakan Bijian. Cetakan 1. Penerbit Alif Press. Semarang. 

Tidak ada komentar:
Write comments