Entok atau mentok dalam bahasa Jawa adalah jenis unggas yang masih memiliki kerabat dekat dengan Itik. Entok biasanya dipelihara dengan tujuan untuk diambil telur atau dagingnya. Ada beberapa jenis entok pedaging yang umum dipelihara di Indonesia diantaranya, Manila, Branti / tik tok dan Peking, disamping itu adapula jenis entok hias / rambon yang biasa digunakan untuk lomba dengan keindahan bulu yang dimiliki yang dinilai masih jarang.
Masyarakat Indonesia secara umum mungkin sudah cukup familiar dengan unggas yang memiliki ciri dengan kepala yang besar dengan gumpalan kulit sebelah kanan dan kiri, dominan putih namun ada juga yang berwarna tergantung jenisnya, paruh mendatar berwarna kekuningan, pada pangkal paruh bagian atas terdapat daging tumbuh, kaki pendek, kuat berwarna jingga kekuningan dan memiliki selaput renang, badan besar dan mendatar, leher pendek dan besar, kuku panjang dan tajam, sayap panjang dan kuat, ekor lebar dan pendek, dada lebar dan besar, kulit tubuh kuning, berjalan Berlengok, mengeluarkan desahan ini, namun sebagian besar mungkin belum banyak yang mengetahui potensi yang tersembunyi dari unggas yang satu ini.
Masyarakat selama ini mungkin dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani khususnya produk asal unggas lebih banyak memiih telur ayam petelur, telur bebek,telur puyuh, daging ayam pedaging dan daging bebek. Masyarakat masih belum banyak yang mengenal dan suka dengan hasil olahan dari entok. Entok selama ini memang masih dibudidayakan secara alami. Bibit entok umur 1 hari (DOD) juga ditetaskan secara alami. Pemeliharaannya pun sebagian besar dilakukan oleh peternakan skala rumah tangga.
Kabupaten Blitar sendiri selama ini memang cukup dikenal sebagai produsen telur ayam ras yang cukup besar. Potensi unggas lain pun seperti ayam pedaging, itik petelur dan pedaging serta puyuh petelur dan pedaging pun tidak bisa dipandang sebelah mata, namun dibalik itu semua ternyata ada sebagian masyarakat yang membudidayakan entok ini baik untuk tujuan pedaging maupun hias. Budidaya entok sebenarnya hampir sama dengan unggas lain seperti ayam dan bebek, namun dalam beberapa hal tentu ada perbedaanya. Proses penetasan entok lebih banyak dilakukan secara alami yaitu dengan pengeraman, hal ini karena entok juga memiliki tingkat stres yang tinggi sehingga dikhawatirkan jika setiap kali bertelur lalu telur tersebut diambil dari induknya maka akan mengakibatkan induk entok stres dan mengganggu proses bertelur selanjutnya.
Pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak entok di Kabupaten Blitar yang juga tergabung dalam beberapa komunitas peternak entok pada umumnya masih menggunakan pakan pabrikan untuk fase starter dan melakukan pencampuran pakan sendiri untuk fase selanjutnya hingga dijual. Saat ini para peternak pun juga sudah mulai untuk mencoba mencampur pakan dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar untuk menekan biaya produksi. Penjualan entok pedaging tidaklah sulit karena sudah banyak penjual ataupun pengepul yang siap mengambil dan menampung dari para peternak untuk selanjutnya dikirim ke luar kota, bahkan permintaan entok pedaging pun masih cukup besar dan hingga saat ini masih kekurangan pasokan dari para peternak. Penjualan entok ini dilakukan dengan penimbangan bobot hidup dan saat ini kurang lebih harga entok pedaging kurang lebih Rp. 25.000 /ekor bobot hidup. Bobot entok layak untuk dijual minimal lebih dari 1 kg hingga 2 kg dengan umur maksimal 2 bulan. Hal tersebut karena jika entok dijual dengan umur lebih dari dua bulan maka akan dihitung per ekor karena konsumsi entok dengan umur lebih dari dua bulan sudah cukup banyak.
Adapun entok hias juga memiliki pasar tersendiri dikalangan penggemar entok. Entok hias pada umumnya dipasarkan secara online dengan memanfatkan media sosial. Komunitas-komunitas entok yang cukup banyak juga turut memberi andil besar dalam pemasaran. Harga entok hias ini tidak memiliki patokan tertentu karena memang berdasarkan pada banyak aspek seperti keindahan bulu. Pada akhir tahun 2019 lalu di Kabupaten Blitar diadakan kontes mentok jumbo nasional yang pesertanya dari berbagai wilayah di Indonesia. Kontes tersebut menampilkan beberapa kelas diantaranya kelas pedaging dan hias. Kontes tersebut menunjukkan bahwa ternak entok ini cukup memiliki potensi besar baik untuk pedaging maupun hias yang jika dikembangkan dan dipelihara lebih intensif lagi serta didukung dengan promosi dan pemasaran yang lebih masif tentu akan dapat menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat seperti unggas lainnya.
Budidaya entok sendiri bukannya tanpa kendala, meskipun ada yang mengatakan bahwa entok adalah salah satu jenis unggas yang cukup kuat dan tahan terhadap penyakit, namun beberapa penyakit seperti mata biru, kolera bahkan ND selalu membayangi. Para peternak entok saat ini tentunya sangat mengharapkan perhatian, fasilitasi dan dukungan dari pemerintah seperti halnya dengan adanya pelatihan terkait manajemen budidaya, pakan dan penyakit agar dapat lebih baik lagi dalam pengembangan budidaya entok di Kabupaten Blitar.
Saat ini banyak sekali jenis bahan pakan beredar di pasaran yang dipakai sebagai penyusun formulasi pakan. Pakan yang beredar perlu dilakukan pengawasan sebaik-baiknya sehingga konsumen pakan dapat terlindungi dari kerugian akibat mutu pakan yang tidak memenuhi persyaratan. Diperlukan suatu instrument yang menjadi sumber informasi mengenai apa yang diinginkan oleh konsumen dan menjadi informasi kunci bagi produsen dalam membuat produk sesuai kebutuhan konsumen dengan adanya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Adapun Pakan yang di rekomendasikan untuk ternak enthok pembesaran adalah pakan itik Petelur Dara. Untuk komposisi Kandungan Nilai Gizi Pakan Sebagi Berikut :
No. | Parameter | Satuan | Persyaratan |
1. | Kadar Air | % | Maks. 14,0 |
2. | Protein Kasar | % | Min. 15,0 |
3. | Lemak Kasar | % | Min. 3,0 |
4. | Serat Kasar | % | Maks. 9,0 |
5. | Abu | % | Maks. 9,0 |
6. | Kalsium (Ca) | % | 0,80 – 2,00 |
7. | Fosfor Total (P) : - Menggunakan Enzim Fitase - Tanpa Enzim | % % | Min. 0,40 Min. 0,50 |
8. | Energi Metabolis (ME) | Kkal/kg | Min. 2600 |
9. | Total Aflatoksin | Ųg/kg | Maks. 20,0 |
10. | Asam Amino - Lisin - Metionin - Metionin + Sistin | % % % | Min. 0,65 Min. 0,30 Min. 0,50 |
Penulis :
Priya Anugera S, S.Pt
NIP. 19820221 201101 1 009
Pengawas Mutu Pakan Ahli Muda
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar
Tidak ada komentar:
Write comments