Calliandra calothyrsus merupakan
jenis pohon serba guna yang populer karena mudah ditanam, cepat tumbuh dan
bertunas kembali setelah dipangkas berulang kali. Di berbagai tempat di
Indonesia, pohon ini ditanam untuk kayu bakar dan hijauan ternak, konservasi
dan perbaikan kualitas tanah, serta sebagai pohon peneduh bagi jenis tumbuhan
lainnya. Karena C. calothyrsus berbunga sepanjang tahun, jenis ini sangat
penting untuk produksi madu. Keberhasilan pemanfaatan jenis ini di Indonesia
menumbuhkan minat bagi kalangan yang lebih luas, dan banyak penelitian yang
sedang dilakukan di negara
lain untuk mengevaluasi potensi jenis tanaman ini, khususnya untuk
perbaikan kualitas tanah dan untuk hijauan ternak. Pemanfaatan C. calothyrsus
dalam sistem usaha peternakan akan dibahas secara terpisah dalam Bab 5.
Kayu bakar dan bubur kayu (pulp)
Lebih dari 30.000 hektar kebun C.
calothyrsus untuk kayu bakar sudah dibangun di lahan-lahan pribadi dan milik
umum di Jawa. Kayunya yang berkerapatan tinggi (berat 0.5 sampai 0.8)
membuatnya cepat kering dan mudah dibakar, yang menghasilkan energi sekitar
4600 kkal per kg kayu kering dan 7200 kkal panas per kg arang. Untuk produksi
kayu bakar, C. calothyrsus biasanya ditanam dengan jarak tanam 1 x 1 m atau 1 x
2 m. Untuk merangsang tunas baru, pohon sebaiknya dipangkas setinggi 30 sampai
50 cm pada akhir musim kemarau. Hasil kayu bakar per tahun berkisar 5-20 m3/ha
dari kebun yang berumur satu tahun dan 30-65 m3/ha dari kebun yang berumur 20
tahun (NAS 1983).
Di Lembah Pintulung, Sulawesi
Selatan, kebun-kebun C. calothyrsus merupakan sumber kayu bakar yang utama
industri rumah tangga untuk gula aren (Arenga pennata). Para petani lebih
menyukai kayu bakar dari Calliandra karena daya bakarnya lebih tinggi daripada
kayu bakar jenis lain sehingga waktu yang diperlukan untuk mengolah cairan gula
aren menjadi lebih singkat. Kayu Calliandra calothyrsus juga dibakar untuk
mengasapi lembaran karet, mengeringkan kelapa dan membakar tungku batu bata dan
tegel.
Sebuah prabrik kertas di Jawa
Barat, mencampur bukur kayu C. calothyrsus dengan bubur kayu sengon
(Paraserianthes falcataria) dan lamtoro (Leucaena leucocephal). Dengan kadar
selulosa mencapai 44-51 persen, C. calothyrsus merupakan bahan yang cocok untuk
bubur kertas (NAS 1983), tetapi kerapatannya yang rendah dan ketahanannya
terhadap lipatan membuat jenis ini terbatas penmanfaatannya. Serat jenis ini
dapat menjadi pengisi, tetapi sebaiknya komposisinya tidak lebih dari 10 persen
dari keseluruhan bubur. Rekomendasi jarak tanam C. calothyrsus untuk produksi
bubur kertas adalah 2 x 2 m (2500 pohon/ha).
Pakan lebah
Calliandra calothyrsus merupakan
sumber pakan yang penting untuk lebah
madu di Indonesia. Produksi madu telah meningkat dari 650 ton pada tahun 1989
menjadi 1300 ton pada tahun 1994, dan para petani Indonesia sekarang mengelola
sekitar 50.000 sarang lebah buatan. Dengan usaha tani, diperkirakan lebah dapat
menghasilkan 1 ton madu setiap tahun dari 1 ha kebun C. calothyrsus (Sila,
1996).
Salah satu keuntungan lain yang
menarik dari introduksi C. calothyrsus
untuk produksi madu adalah meningkatkan penyerbukan tanaman kopi. Di lembah
Pintulung, petani umumnya hanya dapat memanen kopinya setahun sekali. Namun
dengan berkembangnya kebun C. calothyrsus dan menghasilkan peningkatan populasi
lebah, sekarang petani dapat memanen kopi dua sampai tiga kali setahun (Sila, 1996).
Tumpang sari
Di Sri Lanka, C. calothyrsus
ditanam di perkebunan kelapa untuk mengurangi pertumbuhan gulma, mengawetkan
kelembapan tanah, dan memperbaiki struktur dan kesuburan tanah. Untuk produksi
biomassa yang maksimum, Calliandra ditanam dengan kerapatan 2500 pohon/ha dan
dipangkas sekali empat bulan setinggi 1 m di atas permukaan tanah. Pohon
kaliandra tumbuh baik di bawah pohon kelapa tua yang ditanam dengan kerapatan
sekitar 160 pohon/ha. Bahan kering yang dihasilkan oleh Calliandra mencapai 5
ton/ha, yang berarti dapat memenuhi kebutuhan nitrogen per tahun bagi kelapa
sebanyak 30 kg pupuk hijau disebarkan di sekitar setiap pohon kelapa. Selain
menyediakan nitrogen, daun C. calothyrsus juga membusuk perlahan-lahan dan
dapat dijadikan mulsa untuk mempertahankan kelembapan tanah dan mencegah
pertumbuhan gulma selama musim kemarau
(Liyanage dan Abeysoma, 1996).
Petani di Sulawesi juga menanam
C. calothyrsus sebagai peneduh semai di perkebunan kopi, demikian juga di
Guatemala dan Costa Rica. Setelah kopi tua di Guatemala dan Costa Rica, C.
calothyrsus diganti dengan pohon peneduh yang lebih besar, seperti Inga,
Gliricidia (gamal), dan Erythrina (dadap). Di Sri Lanka, para petani sudah
menunjukkan minat mereka untuk menggunakan C. calothyrsus sebagai pohon pelindung
berukuran sedang di perkebunan teh.
Di Jawa Barat, petani menanam C.
calothyrsus sebagai pohon peneduh semai di
hutan tanaman kayu bernilai
tinggi, seperti Agathis loranthifolia (damar) dan Tectona (Jati), Swietenia
(mahoni), dan Pinus. C. calothyrsus ditanam rapat di sepanjang garis kontur di antara
barisan jenis tanaman kayu utama. Barisan tanaman pohon peneduh biasanya
berjarak 2,5-3 m dari pohon penghasil kayu, bergantung pada kemiringan lahan.
Pohon Calliandra dipangkas secara berkala, dan hasil pangkasan dikembalikan ke
tanah sebagai pupuk hijau dan mulsa. Pohon peneduh menghambat pertumbuhan
gulma, mencegah erosi tanah, dan meningkatkan kesuburan tanah.
Calliandra calothyrsus juga
berpotensi tinggi untuk tumpang sari dengan tanaman pangan seperti jagung, padi
atau kacang tanah. Hasil awal dari percobaan tumpang sari barisan menunjukkan
bahwa pohon ini sebaiknya ditanam dengan jarak tanam 2,5 m dalam
barisan dan dipangkas setinggi 50 cm. Biomassa hasil pangkasan kemudian
dikembalikan ke tanah sebelum penanaman tanaman pangan. Barisan C. calothyrsus
mungkin juga perlu dipangkas sekali atau dua kali lebih banyak selama musim
tanam, untuk mengurangi persaingan mendapatkan cahaya dan kelembapan tanah.
Frekuensi pemangkasan perlu disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan pohon,
ketersediaan kelembaban tanah, dan tinggi tanaman pangan (Satjapradja dan
Sukandi, 1981).
Petani di Indonesia juga
melakukan tumpang sari antara C. calothyrsus dan jenis tumbuhan perdu lainnya
bersama dengan tanaman pangan di lereng bukit (tingkat kemiringan kurang dari
45 persen) dalam barisan mengikuti garis
kontur yang berjarak 1,5 m sampai 2 m.
Barisan tanaman dipangkas untuk dijadikan mulsa selama musim kemarau dan pupuk
hijau selama musim hujan.
Tanaman bera
Di Kamerun bagian selatan, C.
calothyrsus telah terbukti sangat baik untuk meningkatkan kesuburan tanah
masam. Pohon yang ditanam dengan jarak 1 x 1 m (10.000 pohon/ha) dan dikelola
untuk sistem bergilir dapat meningkatkan hasil tanaman pangan berikutnya 1,5–2
kali dibandingkan dengan hasil panen setalah diberakan secara alami dalam
jangka waktu yang sama (Duguma, 1996). Pohon ini ditebang di permukaan tanah
selama musim tanam untuk tanaman pangan dan dibiarkan tumbuh selama masa bera.
Hasil awal dari percobaan yang
dilakukan di Vietnam menunjukkan bahwa dengan mengganti bera alami dengan C.
calothyrsus, masa bera dapat diperpendek dari 10–15 tahun menjadi 4–5 tahun
tanpa mengurangi kesuburan tanah. Dalam sistem bera yang telah ditingkatkan, petani
menanam Calliandra sebanyak 5000-10.000 semai/ha selama rotasi tanaman pangan
yang terakhir (Ty, 1996).
Pengendali erosi dan tanah longsor
Calliandra calothyrsus ditanam di
lereng bukit yang curam di Sulawesi Selatan, untuk mengendalikan erosi tanah
dan mencegah tanah longsor. Jenis ini sangat baik untuk tujuan ini karena biji
dapat ditebar langsung, cepat tumbuh, dan terus menghasilkan tunas setelah
dipangkas berulang. Pohon yang ditanam di lereng bukit sepanjang garis kontur
dapat menahan tanah dan akhirnya membentuk teras alami.
Rehabilitasi padang alang-alang
Di Sumatra Utara dan Sulawesi
Selatan, C. calothyrsus telah digunakan untuk merehabilitasi tanah masam yang
tidak produktif dan ditumbuhi alang-alang (Imperata cylindrica). Areal tersebut
telah diubah menjadi padang penggembalaan yang produktif untuk kambing dan
domba.
Penggulmaan yang intensif sangat
diperlukan untuk membangun kebun C. calothyrsus pada kondisi yang sulit ini.
Tidak ada komentar:
Write comments