Senin, 04 Oktober 2021

PENGARUH SELEKSI PADA FASE STARTER DAN GROWER TERHADAP KUANTITAS PRODUKSI TELUR PADA FASE LAYER


        Peternakan ayam petelur merupakan salah satu budidaya ternak komersil dimana tujuan dilakukannya budidaya ini adalah memperoleh keuntungan dari produksi telur yang dihasilkan. Dalam upaya mencapai hasil yang optimal dimana ayam mampu mencapai puncak produksi maka perlu dilakukan berbagai upaya dalam manajemen pemeliharaan, termasuk manajemen pakan dan kesehatan. Hasil produksi pada fase layer tidak dapat lepas dari manajemen pemeliharaan pada fase starter dan grower dimana salah satunya yaitu yang harus dilakukan adalah tahap seleksi.

    
    Tahap seleksi sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu grading dan culling. Grading adalah mengelompokkan ayam sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan ukurannya. Tujuannya agar ayam menjadi seragam karena seleksi akan membatasi persaingan dalam mendapatkan pakan, sehingga ayam besar maupun yang lebih kecil mendapatkan pakan yang proporsional. Dalam pemeliharaan pullet, keseragaman menentukan kualitas pullet dan keseragaman yang baik harus lebih dari 85%, yang artinya, dari 100 ekor minimal terdapat 85 ekor ayam yang berat badannya lebih dari 10% terhadap standar. Semakin seragam pullet, produksi telur akan semakin tinggi. Culling adalah “memusnahkan” ayam-ayam yang secara teknis tidak dapat tumbuh dengan baik dan menghambur-hamburkan pakan. Bahkan, jika dipelihara terus dapat mengakibatkan pembengkakan FCR serta memicu timbulnya penyakit tertentu yang berakibat sangat fatal.

        Sejak fase starter sebaiknya sudah dilakukan penimbangan sampel untuk mengetahui bobot badan rata-rata ayam sehingga dapat diketahui perkembangannya. Pada fase ini memang masih cukup sulit untuk dilakukan penimbangan secara individu dikarenakan ukuran ayam yang masih kecil sehingga memerlukan alat penimbang khusus dengan akurasi yang lebih kecil dan tidak semua peternak memiliki. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menimbang secara kolektif kemudian dapat diketahui bobot rata-ratanya. Adapun culling dapat dilakukan pada fase ini dan biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan vaksinasi maupun potong paruh. Ayam yang terlihat tidak normal bisa langsung disendirikan untuk diafkir karena jika dipelihara pun justru akan semakin merugikan.
        Pada fase grower ketika ayam mulai semakin besar, maka dapat dilakukan grading yaitu dengan penimbangan secara total tiap ekor. Grading total ini biasanya dilakukan menjelang pergantian pakan dari pakan starter ke pakan grower. Jika keseragaman telah mencapai 85% atau lebih maka ayam yang bobot badannya sesuai atau lebih dari standar akan mulai dilakukan pergantian pakan secara bertahap ke pakan grower, sedangkan yang bobot badannya belum sesuai standar akan tetap diberi pakan starter. Ibarat kata pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, grading juga dapat dilakukan dengan seleksi, sehingga ayam yang tidak layak semisal terlalu kecil, cacat dapat langsung diafkir agar tidak membebani biaya produksi, karena ayam tersebut tetap akan makan tetapi tidak layak untuk dijual sebagai ayam siap telur.   
        Proses seleksi baik itu grading ataupun culling yang telah dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi pada fase layer nantinya. Hal ini dikarenakan ayam yang tidak layak dipelihara sudah dikeluarkan atau diafkir sehingga yang tersisa adalah ayam yang memiliki kualitas sesuai standar. Sebagai sebuah gambaran, dari semula populasi 1000 ekor, terdapat ayam-ayam yang tidak layak dan harus diafkir sebanyak 50 ekor. Ayam yang tidak layak sebanyak 50 tersebut misalkan tetap dipelihara tentunya kemungkinan besar tidak akan dapat berproduksi secara maksimal dan justru akan membebani biaya produksi. Hal tersebut karena normalnya seekor ayam akan bertelur sekali dalam sehari, sementara ayam yang memang sudah tidak sesuai standar kemungkinan tidak bisa mencapai produksi telur sebutir dalam sehari, bahkan bisa jadi tidak bertelur karena terdapat gangguan fisik maupun reproduksinya. Kondisi tersebut membuat persentase produksi telur menjadi menurun sehingga tidak mampu mencapai puncak produksi.
        Kondisi lain tentunya berbeda ketika ayam yang memang dinilai tidak sesuai standar sudah terlebih dahulu diafkir sehingga yang tersisa ketika fase produksi adalah ayam yang mampu berproduksi secara maksimal. Maka hal tersebut akan membuat kuantitas dan persentase produksi telur dapat mencapai puncak. Kuantitas dan persentase produksi telur yang tinggi tentunya akan sangat memberikan keuntungan bagi peternak disamping menekan biaya produksi pakan khususnya, karena ayam yang diberi pakan semua dapat berproduksi secara maksimal.
        Pentingnya seleksi pada masa awal pemeliharaan ini memang tidak mudah dilakukan, karena banyak peternak yang tidak telaten dan menganggap kurang penting kegiatan ini. Disamping itu, peternak ada yang merasa saying jika ayam yang tidak sesuai standar tersebut harus diafkir dalam proses seleksi dan mereka lebih memilih untuk terus memelihara sambal berharap ada kemungkinan untuk berkembang lebih baik. Namun faktanya justru banyak yang menjadi beban pada saat fase layer karena produksinya yang tidak maksimal.

Penulis :
Tuhu Aneng Pambudi, S.Pt
NIP. 19860622 201502 1 002
Pengawas Bibit Ternak Ahli Pertama
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar
Editor :
Priya Anugera S, S.Pt

Tidak ada komentar:
Write comments